Optimalisasi Peran Orangtua

.  

A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman, rasa ingin tahu manusia akhirnya semakin memuncak sehingga muncullah teknologi teknologi baru mengiringi keingintahuan manusia. Karena teknologilah manusia merasakan kemudahan dan kenyamana dalam melakukan segala hal. Salah satu teknologi yang digandrungi manusia saat ini adalah jaringan internet atau media sosial. Tanpa sadar media sosiaal telah menjadi candu bagi para penggunanya, candu itulah yang akhirnya memunculkan berbagai macam pengaruh bagi penggunanya baik pengaruh baik atupun buruk. Dalam penggunaan media sosial saat ini mulai muncul kejahatan dalam dunia maya yang sering disebut sebagai cyber crime. Salah satu bentuk dari cyber crime adalah cyberbulyying. Cyberbullying merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan seseorang untuk mengintimidasi orang lain yang dilakukan lewat dunia maya. Biasanya cyberbullying terlihat dalam bentuk pesan kasar, menghina dan menjatuhkan baik lewat email ataupun di kolom komentar pemilik akun seperti di facebook, twitter, instagram dan lain sebagainya. Sedangkan pengguna media sosial kebanyakan adalah remaja yang berada pada masa labil sehingga beberapa dari remaja tanpa sadar telah menjadi sasaran empuk bagi kejahatan ini. Pelaku cyberbullying  itupun tidak jauh dari remaja itu sendiri, terlebih bagi mereka yang ingin mendominasi pertemanan dan menginginkan kekuasaan atas teman-temannya. Sedangkan, anak-anak yang lebih lemahlah yang mereka jadikan alat untuk menambah kekuasaan mereka.

Menurut UNICEF pada tahun 2016, 41%-51% remaja Indonesia dikisaran umur 13-15 tahun pernah mengalami cyberbullying. Cyberbullying  bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Bahkan, di negara-negara yang terkenal majupun didapati korban cyberbullying seperti halnya survei yang dilakukan pada tahun 2002 di Inggris yang mana satu dari empat anak berusia 11-19 tahun diancam melalui komputer maupun ponsel, termasuk ancaman kematian, NCH, National Children’s Home, UK. Sedangkan di Jepang, survei yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan di wilayah Hyogyo menunjukkan bahwasanya 10% siswa sekolah menengah pernah menerima ancaman baik melalui email, situs atau blog.
Dari pemaparan diatas, maka kami akan membahasnya secara rinci berupa pengertian dan dampaknya serta pentingnya peran orangtua dalam menghadapi masalah ini.
B.     Pembahasan
Bullying dalam bahasa Indonesia berarti intimidasi, pelecehan, ancaman baik dilakukan secara verbal maupun fisik. Bullying secara fisik dapat terlihat secara jelas di mata orang lain karena ada bukti yang menyatakan bahwa ia telah menjadi korban, sehingga ia bisa melaporkan pelaku ke pihak yang berwajib. Sedangkan bullying secara verbal yang dilakukan melalui lisan atau kata-kata sering diremehkan oleh sebagian orang karena dianggap biasa. Padahal hal yang lebih menyakitkan dan lebih membekas adalah tersakiti oleh kata-kata daripada perlakuan fisik. Dari penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa bullying merupakan intimidasi yang dilakukan secara sengaja hingga membuat korbannya tertekan.
Bentuk lain dari bullying  yang saat ini sangat ramai adalah cyberbullying. Beberapa ahli memiliki pendapat yang berbeda mengenai cyberbullying diantaranya, Chadwick, 2014 mengatakan cyberbullying  adalah bentuk baru dari perilaku bullying dengan perilaku dan akibat yang sama. Pelaku cyberbullying sebagian besar juga melakukan perilaku bullying  dan korban bullying biasanya juga di-bully di sekolah. Sedangkan, Huang dan Chou, 2010 mengatakan cyberbullying sebagai bentuk baru dari bullying yang terjadi di dunia maya.  Menurut Patchin dan Hinduja, 2012 cyberbullying terjadi ketika seseorang berulangkali menghina, melecehkan atau mengejek orang lain melalui media internet baik melalui ponsel ataupun perangkat elektronik lainnya. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa cyberbullying merupakan bentuk dari intimidasi yang dilakukan pelaku lewat perangkat elektronik. Dapat dikatakan sebagai cyberbullying apabila korbannya di bawah 18 tahun, sedang apabila korbannya diatas 18 tahun dapat dikatakan sebagai cybercrime.
Cyberbullying sendiri memiliki macam yang beragam diantaranya pengiriman teks yang isinya berupa amarah dan frontal, hal ini sering disebut flame  yang mengacu pada pesan yang berapi-api. Selanjutnya, cyberstalking yang berarti mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens hingga menimbulkan ketakutan yang besar pada korban. Ada pula impersonation yang berarti berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan status dan pesan yang tidak baik. Sedangkan outing dan trickery berarti menyebarkan rahasia dan foto-foto orang lain dan membujuk orang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut. Dan exclusion yang berarti mengeluarkan seseorang dari grup online secara sengaja.
Semua macam cyberbullying yang telah disebutkan, memiliki pengaruh yang besar terhadap korbannya. Maka dari itu, sering didapati pada korban dari cyberbullying yang menjadi terganggu, depresi yang berlebih, menurunnya performa akademis yang ia miliki, kepercayaan dirinya menghilang, menjauhkan diri dari lingkungan sekitar, merasa tidak berguna bagi orang lain bahkan ada beberapa kasus yang membuat korbannya bunuh diri. Tindakan cyberbullying bisa mendorong anak untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan masalah seperti minum-minuman keras bahkan narkoba.
Meski begitu, saat ini banyak dari pengguna media sosial tidak merasa bahwa dirinya telah menjadi pelaku atas cyberbullying. Hal itu dapat terjadi karena saat ini seseorang cenderung merasa bahwa apa yang dilakukan hanyalah sekedar bercanda tanpa berniat serius dan tidak memikirkan dampaknya pada orang lain. Contohnya, A mengomentari foto B yang sedang berfoto bersama C dan D, ia berkata “ ihh..yang di tengah siapa tuh, anak baru ya...bikin buram C sama D, iya nggak?”. Dari contoh tersebut dapat terlihat bahwasanya A mengomentari foto tanpa menyadari bahwa apa yang ia katakan dapat berimbas besar pada kondisi mental B. Lalu, dari komentar A tersebut akan membuat B memikirkan keburukan dirinya dan akhirnya membuat ia tidak mau berfoto lagi. Sedangkan, A tidak merasa bahwa apa yang ia katakan hanyalah bercanda dan tidak menyangka akan berakibat begitu besar pada B. Maka dari itu, sebagai pengguna media sosial kita harus berhati-hati dan bijak dalam menggunakannya.
Cyberbullying sendiri biasanya terjadi di kalangan remaja yang emosinya masih belum stabil. Pelaku cyberbullying di kalangan remaja biasanya tidak jauh dari pelaku bullying hal ini terjadi karena biasanya pelaku bullying merupakan remaja yang sok berkuasa di sekolahnya sehingga dengan kekuasaan itu ia menindas temannya di dunia nyata dan karena tidak puas akan hasil yang didapat ia pun merambah ke dunia maya. Selain itu, 32% dari korban cyberbullying  mengalami hal yang sama di dunia nyata atau sering disebut sebagai traditionalbullying.
Contoh nyata dari cyberbullying adalah kasus dari Jauza Alayya yang terjadi saat ia duduk dibangku SMP. Berawal dari teman-teman perempuannya yang tidak suka pada dirinya dan membuat grup di facebook, ABC yang akhirnya ia ketahui sebagai Aku Benci Caca. Dalam grup tersebut teman-temannya menjelek-jelekkannya, bahkan hampir teman perempuan satu kelasnya bergabung. Hal ini membuat ia harus bermain dengan anak laki-laki, meski pada akhirnya beberapa temannya mengaku bahwa mereka tidak tahu maksud dari grup, hal itu tetap membuatnya trauma dan krisis kepercayaan terhadap perempuan.

Amanda Todd
Contoh kasus lainnya adalah cyberbullying yang terjadi pada Amanda Todd, seorang remaja asal Kanada yang telah dibully selama tiga tahun di dunia maya dan akhirnya tewas setelah memposting rekaman mengenai kisahnya di YouTube pada 7 September 2012. Hal ini berawal dari chatting melalui WebCam bersama teman-temannya saat kelas 7. Awalnya semua memuji kecantikannya dan akhirnya memintanya untuk berpose vulgar, merasa tersanjung ia pun melakukannya. Tidak terjadi apapun, hingga satu tahun kemudian foto-foto vulgarnya beredar di internet dan ada yang berusaha memerasnya. Amanda pun dilecehkan baik di dunia maya maupun di kehidupan nyata, hingga ia merasa depresi dan akhirnya terjerumus pada obat-obatan terlarang dan alkohol yang berakhir dengan keputusan untuk mengakhiri hidupnya.
Sheniz Erkan
Dan juga Sheniz Erkan, siswi Taylors Lake Secondary College yang memilih untuk mengakhiri hidupnya di usia 14 tahun. Hal ini terjadi karena tulisan-tulisan berujar kebencian di akun facebook-nya. Menurut Renay, sahabatnya sebenarnya pandai dalam mengabaikan pengganggu dan tidak peduli akan apa yang dikatakan orang lain. Namun sepertinya ia sudah tidak tahan lagi hingga akhirnya ia memilih pergi. Selain tiga kasus di atas sebenarnya ada banyak kasus cyberbullying yang telah terjadi. Hal ini, mengharuskan kita semua agar bijak sebelum melakukan sesuatu baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Pelaku cyberbullying dapat dikenakan hukuman atas tindakan diskriminatif yang telah ia lakukan. Adapun undang-undang yang mengatur cyberbullying adalah sebagai berikut, pasal 27 ayat (3) UU ITE “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atu pencemaran nama baik”, selain itu di pasal 310 ayat (1) KUHP disebutkan “Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama bsik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam dengan pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah” dan di pasal 28 ayat (1) dikatakan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik ancaman pidananya adalah penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal satu milliar” dan di pasal 28 ayat (2) disebutkan “Setiap orang dengan sengaja tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)”. Sayangnya, tidak semua pelaku cyberbullying dapat terindentifikasi karena media yang digunakan adalah teknologi, sedangkan seperti yang kita tahu teknologi telah berkembang sangat baik begitu pula penggunanya yang semakin pintar.
 Adapun dalam menyikapi cyberbullying diperlukan perhatian dan pengawasan lebih dari orangtua di rumah dan guru di sekolah. Seperti saat di rumah orang tua harus sering mengajak anak bekomunikasi tentang apa yang terjadi padanya selama satu hari, dengan begitu anak akan merasa nyaman untuk terbuka dihadapan orang tuanya. Meminta anak untuk menunjukkan media sosial yang dimiliki dan membukanya di depan anak, dengan begitu orangtua akan tahu apa saja yang diposting atau postingan dari teman sang anak. Saat melihat hal yang mencurigakan seperti foto yang menjelekkan anak atau orang lain, komentar yang menjatuhkan anak, maka sebagai orangtua harus menyikapinya dengan bijak seperti memberi dukungan positif pada anak, memintanya untuk tidak merespon perkataan orang lain atas dirinya, meminta anak untuk memblokir orang tersebut dan menyimpan sebagai bukti adalah hal yang dapat dilakukan orangtua saat anaknya menjadi korban cyberbullying. Ada baiknya pula bagi orang tua untuk membuat anak agar mau beraktifitas di luar rumah, seperti menyibukkan diri dengan les untuk meningkatkan potensi yang dimiliki anak dan memberi perhatian yang lebih agar kondisi mental anak tetap stabil. Sehingga anak akan terlepas dari dunia maya sejenak dan melupakan komentar-komentar yang menjatuhkan. Dan yang terpenting meminta anak agar selalu bersikap sopan dimanapun ia berada termasuk dalam dunia maya. Namun, apabila ternyata sang anak merupakan pelaku dari cyberbullying terhadap temannya maka orangtua harus memberi peringatan bahwa apa yang ia lakukan adalah salah. Dan memintanya untuk memikirkan perasaan orang lain dan perasaannya apabila ialah korbannya. Semua hal diatas tidak dapat dilakukan orangtua secara sepihak, karena hari-hari anak banyak dihabiskan di sekolah maka guru sebagai seorang pendidik perlu mendukung dalam mengawasi pergaulan anak didiknya. Seperti dengan pembatasan penggunaan gadget dan mengawasi perlakuan anak didiknya.
Untuk mencegah diri kita ataupun orang lain menjadi korban, ada baiknya apabila kita menyadari hal-hal berikut, yakni menyadari bahwasanya berkomunikasi menggunakan teks lebih beresiko untuk salah paham daripada melalui pancaindera. Maka, kita harus mempersiapkan diri agar tidak terpancing emosinya. Selanjutnya adalah menghindari asumsi dengan cara berusaha terus untuk memahami lawan bicara dan menghindari penghakiman massa secara langsung di media sosial, walaupun hanya retweet atau repost karena efek keduanya adalah memberikan amplifikasi pada sebuah statement yang bisa berupa serangan berupa asumsi.
C.     Penutup
Cyberbullying merupakan bentuk lain dari bullying yang terjadi di dunia maya. Dapat dikatakan bahwasanya cyberbullying merupakan bentuk dari intimidasi yang dilakukan pelaku lewat perangkat elektronik dan korbannya dibawah 18 tahun. Cyberbullying sendiri memiliki macam yang beragam diantaranya flame,  cyberstalking, impersonation, outing, trickery dan exclusion. Sudah banyak kasus-kasus cyberbullying yang terjadi, terlebih di zaman sekarang ini anak-anak dan remaja sebagai pengguna internet belum mampu menyaring hal-hal yang akan di sampaikan. Mereka juga sering memandang sebelah mata berita yang terjadi, tanpa mengetahui kebenaran mereka sudah menilai. Mereka juga menganggap suatu hal sebagai bahan candaan tanpa memikirkan perasaan sesamanya.
Maka dari itu, pengawasan dan perhatian orangtua terhadap aktifitas anaknya di dunia maya  sangat penting. Orangtua harus selalu waspada dan peka terhadap perubahan sikap pada anak, sekecil apapun itu. Dalam hal ini, bukan hanya orangtua yang berperan, peran guru di sekolah sebagai pengganti orantua juga sangatlah penting.

Daftar Pustaka
Rifauddin, M, Fenomena Cyber Bullying Pada Remaja, Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan Khazanah Al-Hikmah, 2016
Sudarwanto, Cyber Bullying Kejahatan Dunia Maya Yang Terlupakan, Jurnal Pro Justitia, 2009
jurnalsatya.blogspot.com/2017/09/the-cyberbullying.html?m=1 di akses pada 1 Oktober 2018

Komentar